Sumber foto: Koleksi Pribadi

 

Alhamdulillah pergantian tahun kali ini kami berkesempatan mudik ke Medan. Selama di kota Medan, kami juga mengunjungi Kampung Kelantan, desa yang terletak di kabupaten Langkat, Kecamatan Brandan Barat.

Desa ini unik,   karena kita harus menyeberang laut untuk sampai ke sana. Terletak di pinggir laut,  sebagian besar penduduknya adalah nelayan.

Ternyata daerah dengan nama Kampung Kelantan ini, tak cuma ada di provinsi Sumatera Utara. Daerah dengan nama sama, ada juga di Malaysia.   Semisal Kelantan, dan Perlis. Tidak hanya itu, masyarakatnya juga berdialek sama.

Tipologi pelaut itu tangguh. Jika air yang berombak saja dia bisa lalui, apalagi daratan yang datar, kan? Jadi jangan heran kalau nanti anak-anak yang tumbuh di sekitar laut, apapun profesinya, juga tangguh. Beberapa yang kukenal, termasuk suamiku sendiri yang besar di dekat laut, Alhamdulillah adalah orang yang selalu berjuang untuk cita-citanya.

Di Kampung Kelantan, ada sebuah musholla bernama Al Hasanah. Memulai perjalanan menuju mushola Al Hasanah, kami harus menaiki sampan untuk menyeberang laut. Ongkos naik sampan,  dua ribu lima ratus rupiah per orang. Tapi kami ramai. Ada delapan orang terdiri dari empat dewasa dan empat anak, maka kami menyewa sampan untuk pulang balik, dengan tarif enam puluh ribu rupiah. Tak jauh dari pinggir laut, naik sampan  sekitar duapuluh menit sudah sampai tujuan. Itupun sudah pakai acara selfie.

Begitu sampai dipinggir laut, aku berdebar. Secara, aku tidak bisa berenang. Di sampan itu, dari delapan orang penumpang, hanya aku dan seorang balita, yang tak bisa berenang. Berdebar rasa hati.   Mana dari sampan, harus naik tangga lagi ke daratan. Tangganya kecil. Dulu aku suka meremehkan kalau ada yang bilang tak berani naik sampan. ternyata begini rasanya. Memang uji nyali. Jadi pelajaran supaya tidak ngebully orang, wkwkwk.

Akhirnya curhatlah aku ke bapak pengayuh sampan. Eh kata sesebapak. “Tenang Bu. Itu yang semua lagi duduk-duduk di pinggir, akan menolong Ibu kalau sampai Ibu kecebur.”

Kulirik orang-orang yang sedang duduk di pinggir laut. Ada yang melihat HP. Ada yang sedang merokok diiringi angin sepoi-sepoi. Ada yang lagi mengobrol. Mereka sedang bersantai. Me time kalau istilah Emak Milenial. Kasihan juga kalau me time mereka terganggu.

Akhirnya kulirik Ayang Beb alias bapaknya anak anak. Kusuruh dia naik duluan ke daratan. Lalu dia tarik aku dari sampan ke tangga atas. Kutatap dia dengan mata gombal penuh kode dan hidung naik sebelah plus mata gerak ke kanan ke kiri. Aku seolah berkata, “Pegang Aku erat ya Bang. Kalok sampai basah bajuku, tidur di teras aja Abang sama Meong. Jangan kalau shopping aja Abang genggam tanganku kencang.”

Suamiku sepertinya mengerti. Digenggamnya  tanganku sambil mengelus dada. Ahahaha!

Setelah kami semua  tiba di daratan Kampung Kelantan, Bapak Sampan menunggu.  Hari sudah Magrib, sekalian kami sholat di kampung Kelantan. Menuju mushola, kami menutup jalan kecil yang di kanannya, ada rumah warga. Tak banyak warga di sana. Ada tigapuluhan rumah, Di belakang ada rawa. Seorang bapak tua menegur kami ramah.

“Ada telekung Kalian?” tanya bapak itu.

“Enggak ada, Pak,” jawabku. Di Sumatera Utara, telekung artinya mukena.

Itulah perempuan ya kan? Bawa lipstik ingat. Giliran mukena, lupa. Tepok jidat ah!

“Perlu berapa? Satu atau dua?” tanya Bapak itu lagi.

“Satu saja, Pak.” jawab Kakakku.

“Sebentar Saya ambil ke rumah ya?” Bapak itu pun ke rumahnya yang dekat dari Mushola.

“Ya Pak. Terima kasih."

Alhamdulillah akhirnya kami bisa sholat dengan mukena secara bergantian.

Memang cocok kami ke sana sore hari.   Kami bisa kenalan dengan warga sekitar. Melihat mereka mengupas kepiting rebus dan memisah daging dari cangkang. Kami juga menikmati suasana laut senja hari. Sempat aku bertanya ke Bapak pengayuh sampan. Apa di sini ada sekolah? katanya ada. 

Konon, kampung Kelantan ini, berpasangan dengan Kampung Perlis, juga masih di Brandan, adalah Malaysia kecil. Tapi ada juga yang menyebut, Perlis itu, ya  Kampung Kelantan ini. 

Nah, satu kenyataan yang menarik adalah, kata Ibu mertua yang dari kecil sudah tinggal di Brandan, Kampung Kelantan sudah ada sejak Ibu kecil. Jadi yang tinggal di sana, sudah turun-temurun.

Alhamdulillah mudik kali ini bisa mengunjungi tempat-tempat baru. Buat teman-teman di daerah Sumatra yang ingin merasakan naik sampan, melihat sunset, sekaligus datang mushola Al Hasanah yang indah, bisa datang ke Kampung Kelantan. Beribadahnya dapat. Wisatanya dapat. 

Ternyata berwisata tak perlu jauh-jauh. Mungkin teman-teman juga ada objek wisata dekat rumah? Cerita yuk!

SHARE 19 comments

Add your comment

  1. Aduh membaca ceritanya jadi membayangkan jalan-jalan ke pantai mana udah lama ga main ke pantai

    BalasHapus
  2. Jalan-jalan ke tempat baru memang membuat refreshing tersendiri. Apalgi jika sebelumnya kita sudah pernah dengar ceritanya tinggal membuktikan dengan fakta nya hehe. Pasti ada decak2 kagum gitu.

    Aku belum pernah berinteraksi langsung dengan para pelaut. Meski lama tinggal di area yang penduduknya juga tinggal di sisi pantai. Pantai kenjeran hehe

    BalasHapus
  3. Berasa ikut jalan-jalan nih hehe

    BalasHapus
  4. lucu deh bacanya pas di bagian minta dipegang tangan erat-erat, kalau sampai basah pokoknya ayang bebeb tidurnya sama Meong . hahahahaha... jangan pas shopping aja tangannya dipegang erat. aduuuh mau ngakak deh mba

    BalasHapus
  5. Benar, mencari pengalaman baru tidak perlu jauh-jauh. Bisa di sekitar tempat tinggal kita. Karena apa yang kita lalui hari ini berbeda dengan kemarin.

    BalasHapus
  6. Saya tuh merasa pernah baca artikel Mba dan komen juga, ternyata ga masuk ya.. 😭

    BalasHapus
  7. Saya termasuk penikmat sunset.kalau istilah saya " berburu senja".tapi masalahnya kalau di laut saya selalu takut dengan air laut ,gak tau kenapa tiba tiba keringat dingin keluar,nafas berat dan tahap paling parah pusing lalu muntah muntah.mungkin ini yg namanya phobia ya🤦. sepertinya saya harus terapi☺️🤷

    BalasHapus
  8. Bayangin tempatnya auto sambil nyanyi "nenek moyangku seorang pelaut.." Hehe..
    Liburan banyak makna, sekali dayung dua tiga pulau terlampaui..
    Terima kasih sharingnya, Mbak..

    BalasHapus
  9. Jadi penasaran sama daerah-daerah di Sumatera yang bernuansa Melayu...baru bisa injak sampe Palembang,..moga bisa sampai Medan. BTW,..cara ngegombal dengan hidung naik ke atas dengan mata larak lirik itu kaya gimana, mba...??hehe. thankyou for sharing.

    BalasHapus
  10. Aaaaa jadi kagen lihat sunset di pantai.
    Cerita Mbak secara tidak langsung menyadarkan aku kalau nyari pengalaman menarik itu nggak perlu jauh-jauh. Padahal banyak banget hal menarik yang ada disekeliling kita.

    BalasHapus
  11. Menarik banget nih. Hiwwaww sunset, ini hobi owe klo lihat sunset pasti ke anyer berangkat bareng temen

    BalasHapus
  12. senang ya mbak bisa lihat laut dengan mudah,he. benar banget kalau nyari tempat wisata dekat rumah juga lebih byk untungnya ya. ongkos irit, dapat hiburan dan tetap bisa menjalankan ibadah sholat dg baik..serius bikin iri deh mbak, pengen main ke sana 😀

    BalasHapus
  13. Silaturrahiim,juga refreshing,dua hal yang memang tidak terpisahkan. Apalagi saat lama tidak pulang, akan selalu ada hal baru yang menarik kita berkunjung saat mudik ke kampung halaman

    BalasHapus
  14. senengnya bisa pulang kampung, auto pengen pulang juga dong ke kampung halamanku di cianjur. sepanjang pandemi gak bisa pulang

    BalasHapus
  15. Menyenangkan sekali bisa pulang kampung dan menikmati wisata yang ada disana. Traveling di daerah sendiri itu memiliki kesenangan tersendiri.

    BalasHapus
  16. wah, saya malah gak tau nih mbak ada pantai ini, padahal saya orang sumatera utara, lain x kalau pulang kampung nyempatin kesini deh, jadi pingin mbak jalan-jalan kesana.

    BalasHapus

Terimakasih telah singgah di rumahami. Mohon tidak meninggalkan link di kolom komentar. Admin menerima endorse dan kerjasama.

© Tempat Lihat Suka Suka · Designed by Sahabat Hosting