Suatu hari gadis sulung kami cerita kalau dia baru bicara ke teman sebayanya.

Lalu si teman heran. Sebut saja nama anakku Intan, dan nama temannya, Maya.


"Maya, aku baru curhat ke ibuku. Perihal crush aku,"  kata Intan pada Maya. Crush adalah istilah gen Z yang artinya pria kesukaan.


"Apa? Kamu curhat ke ibumu?" temannya terkejut. Anakku mengangguk.

"Ih, aku tidak mau curhat ke ibuku . Yang ada aku dimarahi. Ibuku suka overthinking!"


Sobat rumahami jangan heran dengan bahasanya ya. Sebagai gen Y kelahiran 80, dengan anak gen Z kelahiran 2010, sebenarnya aku dan suami terbata-bata mengejar langkah anak kami. Apalagi kami masih kaku soal psikologis anak. Iya kami belajar parenting. Tetapi anak juga punya sifat yang sulit ditebak. Apa yang orang tua khawatirkan, justru disebut overthinking oleh anak. Sejauh itu jarak antara orang tua dan anaknya yang beranjak remaja. Akupun kadang disebut overthingking oleh anakku.


Sesekali aku emosi. Tetapi ada masanya aku tenang. Seperti orangtua lain, aku tahu aku bukan ibu yang sempurna. Mendengar bahwa Intan membanggakan dirinya yang bisa curhat padaku membuatku terharu. 


Lalu aku teringat pada dua sosok yang sekarang jauh. Pada ayah dan ibuku di rumah kami, di Medan. Merekalah tempat aku curhat. Ayah sudah lebih dulu berpulang. Kini hanya ada ibu. Dan foto di bawah, adalah foto halaman rumah yang selalu kurindukan. Rumah tempatku dibesarkan, hanya bisa aku kunjungi setahun sekali waktu Lebaran.


A. Harapan Remaja pada Orangtuanya

Secara umum, rumah adalah bangunan tempat tinggal. Tetapi rumah tidak sesederhana itu. Sebagai ibu aku ingin rumah menjadi tempat ternyaman bagi anak-anak yang beranjak remaja. Sebagai istri aku ingin rumah adalah tempat kembali seorang suami dari penatnya kerja seharian di luar. Sebagai pribadi, aku ingin rumah sebagai tempat ternyaman menjadi diri sendiri. Tidak selalu tercapai, tetapi aku berusaha ke arah itu. 


Tidak mudah menjadi orangtua. Sebagaimana tidak mudah menjadi remaja. Ada hal khusus di diri remaja, yang perlu dipahami orangtua. Yaitu mereka ingin dipahami. Remaja tidak mau dinasehati terus menerus. Mereka ingin dipahami. Keahlian ini perlu dilatih tanpa terikat waktu. Tetapi ada tempat dimana orang tua bisa belajar memahami anak. Yaitu di rumah. 


Lalu apa saja harapan remaja  terhadap orangtua?


  1. Ingin dipahami

Anak yang terlahir sekarang, berbeda dengan masa anak-anak kita dahulu. Rasulullah SAW juga mengatakan agar kita mendidik anak sesuai zamannya. 

Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa. Hal ini menimbulkan konsekuensi di diri anak. Dia masih ingin bermain tetapi dia sudah diberi tanggung jawab. Kadang remaja bingung harus melakukan apa di kondisi apa. Kecepatan mereka berkembang bisa jadi tidak sepesat kita di usia yang sama. Anak remaja ingin dipahami bahwa mereka bertumbuh tetapi mereka perlu waktu. Sebagai orang tua kita harus sabar.


  1. Ingin didengarkan

Sering orang tua sibuk dengan aktivitas masing-masing. Ayah sibuk bekerja, ibu dengan pekerjaan rumah. Anak remaja sibuk dengan sekolah dan teman sebayanya. 

Tetapi remaja tidak selalu bersama temannya. Ada masa dimana dia butuh saran kita. Kesempatan emas ini tidak datang begitu saja. Jangan abaikan saat dia bertanya.  

Kadang remaja tidak butuh nasehat. Mereka ingin didengarkan. Ditengah kenyataan meningkatnya kenakalan remaja, orang tua harus belajar untuk menjadi pendengar anak. 


  1. Dihargai

Dalam proses menjadi remaja, anak

akan berjumpa kendala.

Dia merasa sebagian dirinya masih anak-anak. Sebagian dirinya yang lain menganggap dia bukan anak-anak. Belum kalau dia dibully temannya. Tidak mudah menjadi remaja di zaman ini. 

Pencapaian anak kita sekecil apapun itu, layak untuk dihargai. Tak perlu membanding-bandingkan anak kita dengan orang lain. Semua anak punya jalan suksesnya sendiri. 


  1. Didoakan dan dibimbing 

Orang tua selalu mendoakan yang terbaik untuk anak. Tetapi doa tidak cukup jika kita tidak belajar memahami, mendengarkan, dan menghargai anak.

Remaja adalah mahkluk hidup yang sama seperti kita. Remaja  tidak bisa berubah instan. Dinasehati pagi, sorenya berubah. Tidak seperti itu.

Kita sudah berusaha mencari nafkah, mengurus dan memberinya makanan bergizi. Tetapi anak butuh lebih dari sekedar itu. Anak butuh tempat ternyaman dimana dia bisa jadi dirinya sendiri, dipuji, ditegur, dan dihargai untuk jadi pribadi yang lebih baik. Anak butuh tempat kembali yang menyayangi tanpa batas. Anak butuh rumah. Orang tua butuh rumah. Kita semua butuh rumah. 



B. Rumah Adalah Sumber Ketenangan.

Dalam pandangan Islam, rumah adalah sumber ketenangan. Rumah adalah salah satu rahmat Allah. Rumah adalah tempat berlindung dari panas dan hujan. Rumah adalah tempat berbagi kasih sayang dengan anggota keluarga lainnya. 


Bayangkan jika kita tidak punya rumah, kemana kita kembali? Rumah tidak harus punya sendiri, bisa juga kontrak. Rumah tidak harus mewah. Sederhana akan selalu disyukuri selama bersama keluarga.



Begitu pentingnya rumah sampai Baginda Rasululullah SAW bersabda dalam sebuah hadits, “Empat hal yang membawa kebahagiaan, yaitu perempuan solehah, rumah yang luas, tetangga yang baik, dan kendaraan yang enak.” (HR Ibnu Hibban). 


Menurut sebagian ulama, rumah yang dimaksud disini bukan berarti luas bangunan. Tetapi sebagai anjuran agar menjadikan rumah sebagai tempat ibadah dan menjauhi pergaulan yang tidak baik. Pada akhirnya rumah selain memberi ketenangan, juga menjadi surga bagi suami istri dan anak-anak mereka. Seperti istilah baiti jannati yang berarti, rumahku surgaku.


Lalu apa saja tips agar rumah kita menjadi baiti jannati?


  1. Saling mengingatkan,

Ayah, bunda, dan remaja adalah manusia biasa yang bisa saja salah. Dengan saling mengingatkan akan tercipta perilaku yang baik. Tetapi perkara mengingatkan ini ada adabnya. Misalnya, menegur kala berdua. Tidak menegur dengan suara keras. Tidak menegur saat emosi, lapar, dan capek.


  1. Rumah yang Terawat,

Setelah seharian beraktivitas di luar rumah, kita ingin pulang menuju rumah yang terawat. Terawat tidak harus mahal. Terawat berarti bersih dan rapi. Salah satu cara agar rumah bersih dan rapi, adalah dengan menggunakan perabot rumah tangga yang mudah dalam pemeliharaan. Misalnya Olymplast juaranya rapikan rumah.

Merawat rumah adalah tanggung jawab bersama. Suami dan anak-anak mulai dari kecil hingga remaja,  bisa dilibatkan sesuai kemampuan mereka. 


  1. Open minded,

Di masa kecil kita mungkin dibesarkan dengan cara yang tegas, pukulan, dan hukuman. Tetapi cara ini tidak bisa diterapkan di anak-anak kita yang jadi gen Z. Kita harus open minded bahwa anak hidup di zaman yang berbeda. Cara mendidiknya juga berbeda. Namun tetap berpedoman kepada Al Qur'an dan Sunnah.


  1. Memberi contoh,

Kita ingin anak kita rajin ibadah. Lalu kita bolak balik mengingatkan anak. Apakah anak langsung rajin? Tidak. Yang ada anak menjauh.

Kita ingin anak kita rajin belajar, tetapi kita sendiri pegang gadget tidak kenal waktu. Kita ingin anak kita berinteraksi dengan sesama anggota keluarga. Tetapi kita sendiri seharian sibuk. Kita ingin anak makan hanya makanan sehat, tetapi kita sendiri sering makan junk food. 

Anak butuh figur. Kata-kata tidak selalu didengar. Tetapi dengan contoh, anak-anak akan meniru.


  1. Peran Ayah,

Seorang anak akan tumbuh optimal dibawah asuhan ayah dan ibu. Bukan ayah saja atau ibu saja.  Dari ayah anak belajar berpikir logis. Dari ibu anak belajar perihal kelembutan dan kasih sayang. 

Akhir-akhir ini, ada istilah fatherless. Yaitu anak yang tumbuh lebih banyak bersama ibu. Bukan karena mereka terlahir yatim. Tetapi kesibukan ayah mencari nafkah dari pagi sampai malam telah mengikis waktu bersama anak. 

Padahal baik anak laki-laki maupun anak perempuan butuh figur ayah. Anak laki-laki butuh figur ayah untuk mengajarkan tanggung jawab. Anak perempuan butuh figur ayah sebagai pelindungnya. Jika anak-anak ini tidak mendapati figur ayah di dalam rumah, maka mereka akan mencari figur ayah di luar rumah. Syukur jika figur yang mereka cari adalah orang baik. Bagaimana jika figur ayah yang mereka cari di luar adalah orang jahat? 


  1. Dukungan suami istri,

Rumah adalah tempat yang menyenangkan bagi anggota keluarga. Rumah tidak harus mewah. Cukup Perabotan rumah tangga sederhana, selama suami istri saling mendoakan, mendukung, bersyukur, rumah akan menjadi baiti jannati.


  1. Menjadikan agama dan ibadah sebagai landasan di rumah,

Mendidik dan membesarkan anak butuh landasan. Landasan yang kuat dan tidak berubah dari masa ke masa. Yaitu agama. Dengan landasan agama orangtua bisa mendampingi anak menjaga diri, pergaulan, dan lingkungannya. 

Ada ibadah yang bisa mempererat hubungan sesama keluarga di rumah misalnya sholat berjamaah, berangkat ke mesjid, dan membaca al-qur’an bersama. Bahkan makan bersama juga mempererat hubungan sesama anggota keluarga.


Demikianlah tips dari rumahami, agar rumah menjadi baiti jannati. Tidak mudah mewujudkannya tetapi kita bisa berusaha untuk itu. Bagiku makna rumah adalah sumber ketenangan. Rumah adalah tempat tempat bertumbuh bersama sebelum melangkah ke kehidupan akhirat. Tetapi ini bisa terwujud jika ada partisipasi semua anggota keluarga. 


Lalu apa makna rumah untukmu? Sharing di kolom komentar yuk.


Referensi:

https://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/14/10/19/ndor04-makna-rumah

https://rumaysho.com/10100-adakah-keutamaan-memiliki-rumah-yang-luas.html.


SHARE 17 comments

Add your comment

  1. Makna rumah untukku untuk pulang ketika sudah lelah bekerja dan berkumpul suami dan anak-anak. Damai banget deh bisa kumpul kembali dgn anak-anak

    BalasHapus
  2. Anak-anak zaman now apalagi generasi Z dan sesudahnya memang perlu treatment beda. Apalagi dengan adanya paparan dunia teknologi digital ya, Mbak. Rumah harus nyaman buat mereka supaya mereka gak nyari dari luar yang mungkin malah kasih info menyesatkan.

    BalasHapus
  3. Rumah menurutku bukan tempat buat tidur aja sih. Hal yang paling utama disana ya penerimaan terhadap penghuninya. Tanpa penerimaan, pulang ke rumah jadi terpaksa. Termasuk di dalamnya penerimaan segala ide tentang perabotan yang menjadikan rumah tambah cantik. ❤️

    BalasHapus
  4. Tugas sebagai orangtua dalam mendidik anak semakin besar ketika ia beranjak remaja dan dewasa, memang seharusnya kita saling memahami agar dihargai oleh anak, terima kasih ilmunya ya mba :)

    BalasHapus
  5. Ingat banget pas jelang perpisahan SMP kami traveling, si sulung (cowok) bilang mau beli oleh-oleh souvenir buat crush-nya. Aku belikan saja kain tenun setempat dan dikasihlah ke cewek itu. Aku lebih senang dia jujur begini, cerita soal crush, meski kemudian mereka pisah sekolah, dan sampai kini dia belum cerita ada crush baru lagi hihihi..
    Setuju makna rumah adalah sumber ketenangan, tempat bertumbuh bersama sebelum melangkah ke kehidupan akhirat

    BalasHapus
  6. Mbaaa, makasiii bgt ya.
    Anakku remaja dan HAMPIR TIAP HARI MERONGRONG KESABARAN ORTUNYA 😁😂 baca ini aku jadi dapat friendly reminder.

    Thanks much yaaa

    BalasHapus
  7. Rumah yang damai, adalah rumah yang didalamnya orang tua dan anak bisa saling menghormati dan menghargai. Tapi bukan berarti rumah damai itu gak ada masalah, pasti ada masalah juga. Yang bikin damai adalah cara kita untuk atasi masalah itu

    BalasHapus
  8. Makasih banyak Mbak udah mengingatkan melalui artikel ini. Jadi ingat mamaku dulu, sebesar apapun kesalahan yang saya lakukan tetap merangkul dengan hangat. Sekarang saya justru kadang lebih bawel dan nasihatin ke anak dibanding lebih mengerti si kecil yang udah mulai beranjak besar.

    BalasHapus
  9. Maka benarlah kata-kata rumahku surgaku..Rumah tempat ternyaman dengan segala dramanya. Masya Allah jadi nasehat buat diri

    BalasHapus
  10. Mendampingi anak yang usia dini aja menantang, apalagi anak remaja. Jadi memang kita sebagai orangtua harus mau terus belajar dan refleksi.

    BalasHapus
  11. Rumah adalah tempat dimana kita semua bisa berkumpul dengan keluarga tersayang ya mbak
    Tempat hidup dengan damai dan penuh kasih sayang

    BalasHapus
  12. Berhadapan dengan anak generasi Z memang harus lebih banyak dialognya. Saya setuju sih poin-poinnya tentang menjadikan rumah sebagai tempat paling nyaman. Jangan mereka cari itu di luar rumah.

    BalasHapus
  13. Banyak banget arti rumah selain tempat untuk pulang. Banyak kenangan juga di dalamnya

    BalasHapus
  14. Iya nih rumh tuh seharusnya jd tempat kembalinpas lagi sumpek".y bukan malah sumpek keluar rumah dan cari teman lainnya. Seabagi keluarga harus saling peduli dan nggak boleh salong egois jg sih

    BalasHapus
  15. MashaAllah~
    Aku relate banget sih dengan kondisi perkembangan psikologis anak zaman sekarang. Karena anakku pun sedang berada di masa-masa mudah insekyur. Tapi alhamdulillahnya, ia belum terlalu addict dengan medsos yang bertebaran. Sehingga masih menikmati real-lyfe yang ia jalani dengan teman-temannya.

    Jadi aku menyimpulkan, "Gak tau sama sekali itu juga ada positifnya."
    Jadi gak mudah insekyur sama hal-hal yang di luar ranah kekuasaannya.

    Rumah bagiku menjadi tempat terbaik dalam melakukan ibadah, tarbiyah anak-anak (karena 2 anakku perempuan, alhamdulillah..) sehingga belajar untuk lebih banyak melakukan aktivitas bersama dan bermanfaat di rumah.

    BalasHapus
  16. Baca artikel ini bikin saya langsung introspeksi, mbak. Ternyata masih banyak kurangnya menjadi orangtua. Semoga bisa terus membaik ya agar beneran berkah seluruh keluarga.

    BalasHapus
  17. Fatherless bisa juga terjadi karena ayah yang tidak peduli dengan parenting. Sedih kalau begini. Karena mendidik anak, apa lagi mulai remaja, apa lagi bagi anak laki-laki, peran ayah sangat penting. Semoga kita bisa menjadikan rumah kita sebagai tempat pulang sebenarnya.

    BalasHapus

Terimakasih telah singgah di rumahami. Mohon tidak meninggalkan link di kolom komentar. Admin menerima endorse dan kerjasama.

© Tempat Lihat Suka Suka · Designed by Sahabat Hosting